Kamis, 04 Juni 2020

RANU


Ranu Kumbolo, 25 Agustus 2017

"Seperti kala itu,
Sesekali kabut menghampiri hanya sekedar menyapa dari tepian Ranu. Menyambut pagi dengan sebuah cerita dan harapan baru. Tenda-tenda berdampingan, orang-orang berbincang, burung-burung hinggap kesana kemari, sesekali ditemani angin yang menderu memberikan suasana santai nan romantis.

Bukankah suatu saat nanti akan lebih indah jika Ranu Kumbolo tak hanya berbicara tentang romantisme sebuah danau, tenda yang berdampingan, orang-orang kala sedang berbincang, burung-burung yang beterbangan bebas atau edelweis yang sedang bermekaran? Bagiku, Ranu Kumbolo akan terasa lebih indah ketika semesta mempersatukan semua unsur itu dan kau ada dalam bagianya.

Kau akan merasakan sebuah keindahan apa yang kumaksud. Akupun dapat melihat langsung arti keindahan itu nanti. Ketika aku dapat melihatmu tersenyum saat kau menyaksikan matahari terbit dari tengah bukit. Ketika aku dapat melihatmu saat kau kagum dengan keindahan edelweis yang sedang mekar. Ketika aku dapat melihatmu berusaha meraih kabut di tepian Ranu dengan tangan mungilmu, atau ketika aku melihatmu saat kau terdiam terpana merasakan senja di tepian Ranu sembari menikmati kopi yang kita buat.

Kau akan merasakanya suatu saat nanti
........................................"

Imajinasiku kembali bermain

Minggu, 13 Mei 2018

LAKU

Ada yang tertinggal dalam bisingnya kesunyian, nyanyian panjang tentang kehidupan.

Ada yang perlahan tumbuh menghidupi, perjalanan dan pelajaran milik seseorang.


Selasa, 05 Desember 2017

Sajak Dinding Kosong

Dimana sajak antara dinding kosong
Ada bait puisi yang terus tumbuh dibalik tiap jendela
Kota, yang tak pernah tenggelam oleh kata

Ingin kurangkai saja sebuah sajak serta puisi
Atau sekedar menikmati sejarah yang terus menua sembari bercerita

Dibawah payungan langit batavia,
Apakah kau akan tetap sama?


Rabu, 24 Mei 2017

SANGKAR

Nona, masih kau ingat, saat kau bercerita tentang keinginanmu menjejakkan kaki diatas awan? Kau juga berkata kepadaku bahwa terbelenggu penjara kota tidaklah nyaman dan terperangkap dalam rutinitas membuatmu jenuh.

Sindoro... mungkin ini kali pertamamu mendaki gunung nona, selamat atas pencapaianmu. Walaupun kau terlihat begitu lelah, namun kau terlihat begitu cantik dengan ransel dan sepatu gunungmu, daripada tas impor dan high heels yang biasa kau kenakan sehari-hari.

Oh iya, edelweiss kali ini sedang mekar, Sangat indah bukan? Sayang kita lupa mengabadikan momen itu karena saking asyiknya menikmati keindahan. Disisi lain aku ingin bercerita sedikit nona, perihal kenapa aku mengajakmu kesini. Masih ingatkah yang kukatakan setahun lalu? "Secantik apapun merpati dan segagah apapun elang, jika ia didalam sangkar, tetap saja pajangan",
dan kita merasa sebagai pajangan ketika kita terperangkap dalam rutinitas. Ada kalanya kita membutuhkan kebebasan non.

Bahkan akupun tak ingin kau menjadi merpati yang terperangkap dalam sangkar bernama kota, aku ingin melihatmu terbang bebas. Kita sepasang merpati, aku yang akan terbang tepat di sampingmu, lalu bersama kita menjelajah semesta.

Mufri WP
Sindoro, April 2017

Kamis, 23 Maret 2017

Alam, Puisi, dan Cerita Masa Lampau


Kaki ini katanya lelah
Tetapi ketika alam menawarkan rumah baru,
Aku tak ingin berhenti

Mata ini mengantuk sekali
Tetapi ketika melihat betapa menakjubkan ciptaanNya,
Ah...rasanya aku tak ingin pergi tidur

Punggungku pegal sekali,
Tapi ternyata kasur di kamar tak selalu nyaman

Ketika rasanya mulai jenuh
Tiba-tiba sang burung bernyanyi untukku,
Padahal malam masih gelap
                                                                         
-Sang Angin, 28 September 2016-
Bogor, di Ruang Kuliah
 


Jumat, 10 Maret 2017

Arti Sebuah Pendakian

     Disaat orang-orang terlelap, disini kami berjalan menyusuri gelap malam. Sunyi, hening, dan dingin menemani langkah. Satu persatu pijakan kaki beranjak dari dasarnya. Tetes demi tetes keringat mengalir dari raga. Sekali oleng, nyawa jadi taruhanya. Kami bukan sedang mencari kematian, tapi kami sedang menghargai kehidupan.
     Ya, disini kami belajar bagaimana cara bersyukur, bersyukur ketika melihat sesuatu diluar batas kemampuan manusia.
Berproses, berproses bahwa untuk mencapai puncak tertinggi harus berjuang diantara segala resiko dan kemungkinan.
Menaklukkan ego, mengetahui batas kemampuan.
Menentukan tujuan, bukan puncak tujuan utama kami, tapi kembali dengan selamat dan membawa pengalaman itu tujuan utama kami.
Menghargai apa yang ada, bahkan sepotong roti bisa menjadi sangat berharga dan setetes air bisa menjadi penyambung nyawa.
Lalu, kita akan sadar betapa berguna rumah untuk kembali, tak selalu bergunanya harta yang kita miliki, dan semua yang kita sombongkan nantinya hanya menjadi sebuah debu hilang terbawa angin lalu. 


Minggu, 05 Maret 2017

Ada Apa di Puncak-Puncak Itu?

Puncak, begitu magisnya hingga dipuja-puja.
Puncak, seakan memberikan pemahaman tentang hasil pencapaian tertinggi.
Puncak, disitulah langkah kaki terakhir dijejakkan.
Puncak, ada Apa di Puncak-Puncak Itu?

Pemahaman yang salah, ketika seseorang menaruh harapan tertingginya pada suatu puncak hingga melupakan sebuah prosesnya. Padahal yang terpenting dari suatu perjalanan bukan terletak pada puncaknya, tapi pada proses. Dimana dalam proses menuju puncak itulah kita mendapatkan banyak nilai, pengalaman, dan kebijaksanaan yang berarti.